“Manggung membawakan lagu sendiri seperti yang kamu idam-idamkan ada di depan mata. Kalau niat tenan, ndang direkam lagumu terus kita latihan.”
Assalamualaikum
Kalimat pembukaan yang Anda baca tadi adalah sebuah kutipan sms dari seorang pemain bass. Kawanku, Gilang Romadhon, mengirimkan sms itu kepadaku pada tahun 2009. Dan sampai detik ini aku menulis, aku masih hafal kalimatnya. Padahal sudah 5 tahun lebih berlalu.
Keberanian dalam merawat impian adalah kuncinya, kawan.
Terkadang Allah tak segera wujudkan impian itu seketika, tapi Dia proses dahulu sehingga menjadi semakin matang dan berkesan ketika tercapai oleh si pemilik mimpi.
Masalahnya adalah, ketika sebuah impian tertunda perwujudannya, kebanyakan manusia terburu-buru menghapusnya dari daftar cita-cita yang ingin diraih. Seolah mereka terlanjur kecewa dan ingin segera melupakannya.
Terlebih lagi, ada pepatah klasik yang mengatakan bahwa kesempatan itu hanya datang satu kali. Benarkah demikian? Mari kita bahas bersama...
Sejak masih SMA, aku sangat ingin sekali seandainya aku bisa manggung dan membawakan lagu karyaku sendiri. Terlebih lagi jika penontonnya juga sudah hafal lagu ciptaanku, mereka menyanyikan dengan penuh semangat. Apalagi, jika laguku itu ternyata mengandung makna dan ajakan yang positif. Jadi seolah para penonton yang ikut bernyanyi itu sedang menyuarakan kalimat-kalimat positif.
Awal mulanya aku terinspirasi ketika melihat konser band Ungu menyanyikan lagu Andai Ku Tahu, tahun 2007. Betapa kagumnya aku melihat Pasha dkk berhasil membuat lautan manusia itu seolah sedang bertaubat kepada Allah, sedang meneriakkan doa dan munajatnya... “Aaku takut akan segala dosa-dosaku....aampuni aku dari segala dosa-dosaku....”
Demi keinginanku yang awalnya iseng tersebut, aku mencoba membuat band ketika masih SMA. Namun sayangnya, pikiran kami tidak bisa sepenuhnya larut dalam dunia musik karena prioritas memang saat itu masih kepada akademis. Terlebih lagi menjelang kelulusan, banyak cita-cita yang ingin dicapai. Banyak perguruan tinggi yang diidam-idamkan.
Akhirnya hanya sebuah lagu saja yang bisa aku ciptakan. Judulnya “Selalu Cinta”, walaupun cinta itu luas, tapi saat itu aku mengusung tema cinta tentang persahabatan. Itu juga belum sempat dibawakan dimana-mana.
Walaupun impianku tersendat, namun impian akademis kami hampir semuanya lancar. Vokalisku sekarang menjadi dosen kimia di Universitas Agung Tirtayasa Banten. Keyboardisku menjadi dokter dan kini melanjutkan studi ke Jepang. Dan banyak lagi, walaupun saat itu aku gagal menjadi dokter sebanyak 7 kali berturut-turut. (Baca kisahnya disini)
Aku melanjutkan studiku di UNS Surakarta, sebagai seorang calon programmer di jurusan Teknik Informatika. Di sana, euforia musikku meningkat pesat. Pasalnya banyak sekali band ternama di Indonesia yang lahir dari Teknik Informatika. Siapa yang tidak kenal Samsons dan Nidji?
Masih ku bawa impianku untuk manggung membawakan lagu sendiri di sana.
Membentuk sebuah band sepenuhnya dengan personel lengkap ternyata tidak mudah, namun akhirnya terbentuk juga. Setiap aku berkenalan dengan kawan baru, aku selalu berbicara tentang musik dan impianku itu. Kadang akhirnya dia pun ikut menyahut, kadang ada yang ikut bercerita kalau dulu semasa SMP dia vokalis ternyata, ada yang ternyata di rumah punya drum, macem-macemlah. Aku rekrut satu demi satu, dan jadilah band Lemontea.
Hingga tiba waktunya aku mendapat sms dari bassisku yang isinya seperti di atas tadi.
Sangat tidak bisa dilupakan, saat itu sedang libur semesteran. Kebetulan sekali ada sebuah cafe bernama Soloresto baru buka, dia membuka kesempatan untuk band-band yang ingin tampil setiap malam di acara live musiknya. Menghibur pembeli yang lagi makan di cafe itu intinya. Syaratnya, tinggal mengirimkan CV bandnya saja, tentu dengan audisi dan pertimbangan pihak cafe terlebih dulu.
Ini kesempatanku, pikirku.
Aku pun meninggalkan masa liburanku di Semarang untuk menuju kosan di Solo. Demi impian.
==============================
Saya anggap Anda sudah membaca kisah itu ya...
==============================
Setelah saya akhirnya kehilangan kesempatan manggung membawakan lagu sendiri yang saya idam-idamkan karena pindah kuliah, bahkan yang paling nyesek adalah ketika saya ditelpon oleh Soloresto karena posisi saya sudah ada di Jakarta. Pas masih di Solo saya tungguin nggak telpon-telpon Soloresto itu.
Saya tetap menyimpan impian itu, walaupun tidak tau kapan akan ada kesempatan lagi.
Di Jakarta, Saya mencoba kembali membentuk band baru, saya beri nama “Lucky Look”. Saya yang bikin bandnya, saya yang mencomot personelnya, saya yang bikin nama bandnya, pokoknya saya yang selalu mau ribetnya hehe ga masalah. Lucky Look artinya terlihat berutung. Saya plesetkan dari seorang tokoh animasi
Lucky Luck agar mudah diterima di telinga masyarakat. Artinya sederhana saja: Terlihat beruntung. Jaman sekarang orang pintar kalah dengan orang bejo, hehe. Bagaimana caranya biar selalu bejo? Deket-deketlah sama yang Maha memberi bejo, Allah swt.
Lucky Look tampil sekali di salah satu acara pentas musik di kampus. Namun sepertinya memang belum saatnya membawakan lagu buatanku sendiri, situasinya masih belum pas. Saat itu saya berposisi sebagai Keyboardist.
Impian manggung membawakan lagu sendiri? Masih terawat rapih di dalam benak...
Sampai saya lulus, dan akhirnya mendapat penempatan instansi di Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Bagaimana ceritanya saya bisa masuk ke sana? Baca postingan saya Bahkan Ramadhan Tak Bisa Membeli Doa Orang Tua
Sebelum saya benar-benar bekerja di instansi itu, saya dan segerombolan anak baru lainnya diharuskan melewati masa On The Job Training. Inilah yang menjadi masa ajaib yang penuh warna. Bagaimana ketika saat itu gaji saya baru 850 ribu saja tapi saya bisa survive hidup di Jakarta tanpa minta uang sepeserpun dari orang tua. Cerita ini pernah saya posting di artikel Hidup dengan 850 Ribu per Bulan, Sebuah Kisah Tak Masuk Akal. Dan yang saya kagetkan adalah artikel ini langsung dibaca oleh 3000 orang hanya dalam waktu 2 hari. Bahkan sampai di share pada beberapa perkumpulan mentoring sebagai kisah inspiratif. Masha Allah...
Pada masa itu memang saya sudah mulai memahami bagaimana hidup. Bagaimana pentingnya agama dalam hidup. Hidup itu untuk agama, agama itu untuk hidup. Sampai nama blog ini pun judulnya saya ganti menjadi “Read Al Quran don’t Read Dinarmagzz”.
Pada suatu ketika saya membentuk sebuah forum di Facebook dengan judul “Komunitas Pemusik Bermental Ustad” (sekarang berubah menjadi Seniman Muslim). Forum ini penuh dengan kontroversi, ada yang menganggap grup ini “sesat” karena meng-halal-kan musik yang notabene haram dan malah mencampuraduk dengan nama agama. Ya tidak masalah, masing-masing manusia bebas berpendapat dan berpola pikir kok. Kalau saya, masalah musik, pernah saya bahas di artikel Musik atau Musyrik? Bagaimana Islam memandang musik
Sebenarnya grup itu tujuannya adalah mengalihkan secara perlahan rasa candu dari musik menuju ke arah agama. Misalnya, yang punya suara bagus atau vokalis, bisa kan latihan adzan biar suaranya tidak sia-sia untuk dunia belaka. Yang suka berpuisi, daripada cuman menghayati puisi, mendingan menghayati ayat-ayat Al Quran yang jauh lebih menyentuh hati.
Suatu saat ada seorang teman yang saya masukan juga ke grup tadi tiba-tiba sms saya.
Dia ngajakin ngamen. Bayangkan, di Jakarta yang pengamen metromininya saja terkenal dengan dunia kriminalitasnya, justru malah ngajakin ngamen. Kalau kenapa-kenapa saya yang kudu tanggung jawab. Dan yang lebih heboh lagi temenku itu cewek. Aneh banget nih orang. Namanya Dwi Puspita Tapi aneh dan ajaib itu beda tipis. Jangan-jangan justru inilah keajaiban itu.
Mendadak ada ide, daripada ngamen ngga jelas, saya minta dia buat nyanyiin saja semua lagu buatanku. Kan bisa jadi modal untuk dikirim ke label studio. Kebetulan sekali, ini kebetulan sekali saat itu saya sedang punya keinginan menjadi seperti Tito Sumarsono. Dia punya lagu, lagunya dinyanyiin oleh penyanyi dari mana-mana, tapi dia ngga perlu repot-repot nyanyi. Mungkin dia sibuk kerja, sama seperti saya yang bakal sibuk kerja. Lagu Kisah Cintaku yang dinyanyikan oleh Chrisye dan Peterpan adalah lagunya. Yah saya memang punya banyak sekali keinginan. Mumpung ada yang mau nyanyiin. Awalnya begitu ceritanya.
Akhirnya kami rekaman hampir tiap weekend. Kadang saya berkorban capek-capek menenteng gitar berjalan dari kosan ke taman yang cukup jauh sekali demi sebuah impian itu.
Temanku ini juga aktif menulis lagu. Akhirnya kami membentuk sebuah, apa ya, band juga bukan.
Namanya Efrain. Jadi kami adalah pencipta lagu, bukan band. Jadi kami menjual lagu, berbeda dengan band yang menjual lagu beserta yang membawakan lagu. Kalau Efrain, konsepnya ini lagu hak cipta kami, kalau mau silakan dibeli, monggo diaransemen sendiri.
Efrain artinya produktif. Saya ambil dari sastra spanyol. Saya pilih nama itu agar kami bisa selalu termotivasi untuk produktif dalam berkarya. Ada sebuah pepatah, jika umur engkau tak bisa lebih panjang daripada umur dunia maka sambunglah dengan berkarya. Itulah yang menjadi motor semangat untuk Efrain selalu produktif berkarya.
Dalam perjalanannya, kami memperoleh seorang additional player, buat bantuin nggitar. Namanya Rayca.
Kita hampir sampai di penghujung dari kisah ini.
Suatu ketika, karena merasa sudah terlalu seringnya rekaman, latihan dan saatnya untuk aktualisasi, saya ditawarin untuk perform di Taman Suropati daerah Menteng Jakarta Pusat. Kebetulan di sana memang setiap malam minggu ada acara musik, siapa saja bebas perform. Berani?
Tentu berani.
Mendadak saya teringat kembali oleh impian saya untuk manggung dengan lagu sendiri yang masih tertunda sejak tahun 2009.
Masalahnya adalah ketika itu masa On The Job training saya sudah di penghujung waktu. Alias SK Mutasi saya sudah hampir dibuat. Saya tidak tau kapan, yang jelas sangat mungkin sekali SK Mutasi saya muncul sebelum saya perform, itu resikonya berarti saya tidak bisa ikut manggung. Walaupun saya saat itu sangat optimis semoga bisa penempatan di Jakarta saja, aamiin.
Saya setujui saja ajakan untuk perform itu, buat saja rencana kerja seperti yang kita inginkan, insha Allah kalau itu berkah pasti terlaksana kok. Tidak perlu menunggu rencana orang lain baru kita menyesuaikan. Toh kalaupun saya tidak ikut perform juga bisa diganti posisinya dengan orang lain.
Dengan ini berarti, kesempatan kedua itu masih ada. Kesempatan untuk manggung membawakan lagu sendiri.
Jika Anda pernah membaca postingan pengalaman saya Bertemu Felix Siauw, di situ saya bercerita bahwa saya bertemu Ustad Felix ketika saya pergi bersama kawan saya Nuris dan Ittaqih. Ya, memang mereka berdua sahabat saya dan kami sering menghabiskan waktu bersama.
Kami bertiga pernah menghabiskan waktu bersama di sebuah tempat makan di Atrium Plaza. Kami menceritakan impian masing-masing. Saya menceritakan impianku untuk manggung membawakan lagu sendiri, serta kisah “konyol”nya Lemontea band yang ditelpon Soloresto cafe padahal saya sudah pindah.
Setelah resmi Efrain didaftarkan untuk manggung di Taman Suropati, saya memberitahu kepada dua orang sahabat saya tadi bahwa impian saya akhirnya akan terealisasi. Dan komentarnya adalah “Berarti tandanya SK Mutasi akan turun sebelum kamu manggung”.
Lucu juga analoginya, tapi masak sih kesempatan kedua juga ngga dapet.
Jadwal manggung sudah semakin dekat. Latihan pun sudah tidak lagi di Taman, tapi mulai ke studio. Seminggu lagi sudah perform. Lagu sudah ditetapkan, akhirnya lagu Mentariku yang saya ciptakan sejak tahun 2009 akan dinyanyikan didepan orang di tahun 2014.
Hari Sabtu besok manggung.
Ternyata hari Selasa SK Mutasi saya keluar, dan saya penempatan di KPPN A1 Ternate. Masha Allah. Manusia berencana namun Allah menentukan yang terbaik, Allah yang mengoreksi rencana manusia dan memperbaikinya sehingga lurus. Apakah memang saya sudah tidak boleh bermain musik? Kedua kawan saya juga kaget karena ternyata benar, SK Mutasi keluar sesaat sebelum saya manggung. Persis kejadiannya seperti telepon dari Soloresto cafe yang datang sesaat setelah saya pindah ke Jakarta. Ada seorang teman saya yang mengatakan berarti jalan saya bukan musik, tapi jadi ustad saja lebih cocok.
Ternyata masih belum berakhir. Kesempatan kedua itu masih ada. Keajaiban terjadi di sini. Biasanya setelah SK Mutasi dikeluarkan, kami harus segera menuju ke kantor yang baru pada hari Senin depannya. Tapi kali ini kami diberi libur 3 minggu. Masha Allah. Ini kesempatan kedua itu yang Allah berikan. “Masih bisa manggung!”, kata Ittaqih.
Pagi hari sabtu sebelum manggung, kami kembali latihan di studio. Saya beritahukan posisi saya kepada personel lainnya. Ini berarti latihan terakhirku dengan mereka mungkin. Atau sebenarnya SK Mutasi lah yang ditahan oleh Allah dan baru dimuntahkan setelah saya memakai kesempatan kedua ini untuk manggung. Hanya menungguku untuk bertemu dengan orang-orang ajaib seperti Dwi dan Rayca yang memberi kesempatan kepadaku untuk mambawakan lagu buatanku. Latihan pagi itu, saya mati rasa.
Malamnya, semuanya menjadi nyata.
Inilah rasanya berada di panggung walau panggung sederhana, membawakan lagu buatan sendiri dengan emosi yang ditulis dari hati sendiri, walau dengan aransemen yang sangat sederhana karena hanya bertiga orang. Saya sudah menunggu 5 tahun ingin merasakan hal itu.
Inilah link video ketika Efrain manggung di Taman Suropati membawakan lagu Mentariku :
============================
Kawan, kesempatan kedua itu ternyata selalu ada. Dan jika kesempatan kedua itu tidak ada, pasti akan ada kesempatan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Yang penting, jangan pernah berhenti untuk berharap akan hal itu.
Jangan takut untuk merawat impianmu, sebab dia sebenarnya selalu ada dan tumbuh di dalam jiwamu walau seringkali kau mengabaikannya.
Jangan pernah takut untuk yakin bahwa impianmu pasti akan menjadi nyata. Jangan khawatir akan merasa pedihnya kekecewaan atas mimpi yang tak menjadi nyata. Jika itu terjadi, berarti impianmu masih belum datang waktunya. Dia pasti akan datang kok.
Terima kasih sudah membaca, semoga bisa menginspirasi.
Terima kasih untuk semua kawanku yang turut hadir mewarnai impianku yang terpendam selama 5 tahun ini. Tanpa kalian saya tak akan pernah punya impian dan langkah sejauh ini.
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar