Assalamualaikum
Alhamdulillah, tak pernah berhenti kita sebagai manusia untuk mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa. Apalah artinya kita tanpa sentuhan tangan dari Nya? Kita tak bisa apa-apa, tak lebih baik dari buih di lautan yang bergoyang-goyang dipermainkan ombak.
Alhamdulillah, tak pernah berhenti kita sebagai manusia untuk mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa. Apalah artinya kita tanpa sentuhan tangan dari Nya? Kita tak bisa apa-apa, tak lebih baik dari buih di lautan yang bergoyang-goyang dipermainkan ombak.
Namun berkat sedikit saja hembusan nafas Nya, maka jadilah kita menjadi makhluk-makhluk berfikir dan bermanfaat. Maka marilah kita pergunakan rahmat dari Allah swt untuk saling berbagi. Berbagi manfaat, berbagi ilmu, dan hal-hal positif lainnya.
Ada sebuah hal yang ingin saya share bersama.
Sebuah hal yang sangat sederhana, namun justru itu adalah sebuah pondasi. Jika pondasi itu kuat, maka kokohlah segala macam bangunan yang berdiri di atasnya.
Mari kita bicara tentang “Gregetnya Umat Islam”. Mari kita bicara tentang gregetnya umat agama kita ini.
Sebelumnya, kita perlu mengetahui apa itu definisi greget? Mengapa saya memilih topik menggunakan kata greget?
Greget adalah ketika ada anak kecil yang nakal, hari ini diberi tahu dan nurut, eh keesokan harinya balik nakal lagi.
Greget adalah ketika ada seseorang yang sudah diajarin sesuatu, hari ini bisa, besoknya lupa lagi, diajarin lagi, besoknya lupa lagi, begitu terus.
Ya jadi greget bisa disebut juga dengan gemes alias geregetan.
Begitu pula dengan umat Islam di jaman modern seperti ini, termasuk saya juga. Adalah sebuah ke-gereget-an tersendiri melihat polah tingkahnya. Umat Islam bisa diibaratkan seperti ketika di depan kita ada dua buah gelas berisi air. Gelas pertama berisi air putih. Gelas kedua berisi air comberan. Sudah jelas-jelas gelas yang isinya air comberan kalau diminum pasti bikin sakit. Sudah ngerti begitu, masih nekat juga yang diambil bukan gelas yang isinya air putih melainkan yang isi air comberan, kemudian diminum. Hari ini tidak terjadi apa-apa. Beberapa hari kemudian, kena diare, muntaber, dll. Lalu dengan polosnya dia berkata, “Ya Allah apa salahku????”
Jadi begini, sebagai orang Islam tentu kita sangat meyakini bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna. Dengan demikian kita memilih untuk menjadi muslim. Tapi kita lihat realita yang terjadi saat ini.
Siapa yang kebanyakan meminta-minta di jalanan? Siapa yang lebih sering kelaparan? Siapa yang lebih banyak pengangguran? Siapa yang suka nodong? Siapa yang sering nyopet di bus? Siapa yang sering kehilangan sandal di masjid? Jawaban itu semua adalah: umat Islam.
Jadi bagaimana ini, katanya Islam adalah agama yang paling sempurna, tapi setelah diterapkan kepada manusia jadinya seperti itu? Pasti ada sesuatu yang salah. Di sini kita melihat ada dua sisi. Yang pertama adalah sisi manusia sebagai pelaku, dan sisi Allah SWT sebagai pemilik. Islam adalah agama yang sempurna, kata Allah SWT. Kalau dilihat dari dua sisi tersebut, kira-kira sisi mana yang salah? Apakah Allah SWT telah salah menilai bahwa Islam ini sempurna atau ternyata ada fitur dalam Islam yang ketinggalan belum disampaikan kepada manusia? Jelas jawabannya TIDAK. Allah SWT tidak mungkin keliru. Kesalahan ada di pihak manusia-manusianya.
Lalu ada dimana kesalahan kita sebagai manusia?
Ada sebuah alat transportasi di Jepang yang harganya sangat mahal sekali namun kualitas kenyamanannya sangat mempesona. Kereta Shinkansen, sebuah kereta peluru dengan kecepatan hampir 500km per jam, salah satu kereta tercepat di dunia. Ibaratnya Jakarta-Semarang bila ditempuh dengan Shinkansen hanya memakan waktu 40 menit, sebuah rekor untuk transportasi darat. Fasilitasnya sangat memuaskan. Katanya nih, joknya empuk luar biasa. AC nya dingin tapi nggak bikin kedinginan seperti kereta indonesia. Lokomotifnya kelas satu. Di tengahnya ada restorasi dengan chef kelas dunia. Dan kabarnya lagi kita bebas makan sepuasnya selama naik Shinkansen. Semua itu dibayar dengan harga tiket sekali jalan sekitar 1,5 juta rupiah. Sangat mahal tapi cocok dengan fasilitas dan pengalaman yang diberikan. Kira-kira kalau kita diberi tiket gratis untuk naik Shinkansen mau atau menolak? Jelas tentu saja mau. Nha tapi kalau tiket tujuan Shinkansen itu mau ke jurang?? Wah kalau itu pasti menolak!
Oleh karena itu, sesempurna apapun fasilitas dan pelayanan yang diberikan, tapi kalau tujuannya sudah ngga bener maka semua itu jadi sia-sia. Percuma kecepatan nomor satu, percuma jok empuk, percuma makanan kelas dunia gratis, semua percuma. Sama dengan islam, sesempurna apapun ajarannya, tapi kalau tujuan dari para pemeluk islam itu masih keliru maka sia-sia juga agama Islam.
Maka kita sekarang bicara tentang tujuan hidup.
Bicara masalah tujuan hidup, ada tiga pertanyaan yang mendasar:
1. Dari mana kita datangnya?
2. Mau kemana kita setelah ini?
Mari kita mencoba mendalami satu demi satu.
Dari mana kita datangnya? Kita diciptakan oleh Allah. Emang kita lihat sendiri pas Allah lagi nyiptain manusia? Tidak. Kata siapa yang ngomong begitu? Ada di dalam Al Qur’an. Kok kita mudah percaya sama Al Qur’an? Kan AL Qur’an itu kitab suci. Kata siapa yang bilang begitu? Kata Allah. Buktinya mana? Ada di dalam Al Qur’an. Kok percaya sama Al Qur’an? Nah muter-muter terus pertanyaannya bukan. Kalau dalam logika pemrograman, hal seperti itu dilarang.
Lalu, mau kemana kita setelah hidup ini? Mau kembali ke Allah. Kata siapa? Kata Al Qur’an. Mengapa percaya dengan Al Qur’an? Kan kita muslim, itu kitab suci yang wajib dipercayai! Mengapa kita muslim? Karena orang tua sudah muslim. Mengapa orang tua muslim? Karena kakek nenek muslim? Mengapa nenek muslim? Karena dari dulu juga sudah muslim. Nah pertanyaan yang juga tidak pernah ada habisnya. Dalam logika pemrograman, hal demikian juga dilarang.
Jika kita belum bisa menjawab dua pertanyaan mendasar tersebut dengan tepat dan GAK BISA DIBANTAH LAGI maka kita belum mengerti apa tujuan hidup kita itu sebenarnya. Dan tujuan hidup itu sendiri akan berkaitan dengan tingkat keyakinan kita terhadap Allah SWT.
Kadang kita sering berikrar bahwa “Saya yakin bahwa rezeki itu datangnya dari Allah. Saya yakin hidup mati itu di tangan Allah!”
Lantas kita lihat perilaku sehari-hari kita. Saat kita sedang sibuk-sibuknya bekerja, kemudian terdengar panggilan Adzan. Apakah kita langsung buru-buru meninggalkan pekerjaan? Atau ada sebersit pikiran masih nanggung nih kerjaannya. Berarti kita pingin kerjaan itu segera selesai. Mengapa ingin selesai? Karena ingin segera diserahkan kepada atasan. Mengapa ingin buru-buru menyerahkan kepada atasan? Karena takut kalau atasan kecewa dan tidak mempekerjakan kita lagi. Nah! Katanya yakin rezeki datangnya dari Allah, tapi kok masih meninggikan atasan yang hanya manusia ketimbang Allah????
Sama halnya dengan supir-supir angkot. Kita hidup di negara mayoritas muslim. Saya yakin juga supir angko itu meyoritas muslim. Mengapa dia muslim? Mungkin jawabannya karena sudah dari dulu keturunannya muslim seperti jawaban muter-muter tadi. Sekarang pertanyaannya, ketika tiba waktu sholat jumat, apakah seluruh supir angkot di jalan itu menghentikan trayeknya untuk bersandar di masjid mengikuti kuliah jumat? Sepertinya masih banyak yang bergentayangan di jalan. Untuk mengejar setoran! Setoran diberikan kepada bos, takut dimarahin bos! Katanya yakin rezeki dari Allah?? Lebih-lebih lagi, emang berapa sih setoran yang dihasilkan dalam satu jam yang mestinya dipakai untuk sholat jumat? Saya yakin gak sampai 20ribu. Berarti, iman mereka nilainya cuman nggak sampai 20ribu.
Ngomong-ngomong soal duit nih, mau nggak kita diberi uang 500 juta? Tapi syaratnya, kita kudu memberikan jantung kita. Saya yakin tidak ada yang mau! Mengapa tidak mau? Karena walaupun dapet duit banyak tapi kita ujung-ujungnya mati ya percuma. Kalau ditambah duitnya 1 milyar 2 milyar pun pasti tetap tidak akan mau. Pertanyaannya adalah, kok kita bisa yakin kalau tidak punya jantung kita akan mati?
Dari uraian tersebut, dapat dianalogikan betapa sebenarnya luar biasanya kita ketika kita memiliki keyakinan iman yang 100 persen seperti itu. Kita tidak akan bisa diiming-imingi apapun dalam menegakkan islam. Jadi apakah kita bisa memiliki keyakinan 100 persen kepada Allah seperti itu? Insya Allah bisa dengan menjawab dua pertanyaan tentang tujuan hidup tadi secara tepat.
Sebuah handphone, diciptakan oleh penciptanya pasti dengan tujuan tertentu. Yaitu sebagai media komunikasi. Supaya lebih optimal dalam pemakaiannya, pastilah kita perlu membaca buku penggunaannya, karena mungkin ada menu-menu yang kita tidak tau letaknya dimana tanpa membaca manual booknya. Namun perlu diperhatikan bahwa pastikan manual book yang kita baca adalah manual book untuk handphone tadi, bukan manual book untuk menggunakan detergen. Bila kita baca manual book cara mencuci baju dan diterapkan kepada handphone kita, misalnya: masukan ke dalam 1,5 liter air kemudian rendam dahulu 15 menit, jika kita aplikasikan kepada handphone kita pasti akan rusak total.
Sama dengan manusia yang diciptakan Allah dengan tujuan tertentu, jika kita salah menerapkan manual book kepada diri kita, pastilah kita akan hancur. Manual book kita yang sesungguhnya adalah Al Quran. Jadi cukup dengan Al Quran kita akan dapat menjawab dua pertanyaan mendasar tadi.
Mari kita jawab sekali lagi dengan tepat.
Dari mana asalnya manusia? Dan kemana manusia kembali setelah mati?
Dari Allah SWT dan akan kembali kepada Allah SWT. Kata siapa? Kata Al Qur’an. Kok percaya dengan Al Qur’an? Jawabannya ada dalam Surat Al Baqarah ayat 2:
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Itulah sebuah ayat yang menjadi jawaban dan dasar bagi umat muslim “mengapa harus percaya Al Quran”.
Jika ada yang masih membantah: Siapa yang tahu kalau Al Quran ini buatan Allah? Jangan-jangan ini bikinan manusia di jaman dulu. Maka untuk menjawab kemurnian Al Quran ini datangnya dari Allah maka ada sebuah ayat pada surat yang sama, Al Baqarah 23:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Ketika kita ditantang oleh seseorang untuk adu kekuatan satu lawan satu, maka berarti orang tersebut itu adil atau fair lah. Tapi tidak dengan Al Quran. Al Quran itu tidak fair. Dia menantang manusia untuk membuat satu surat saja yang bisa mirip dengan surat Al Quran. Bahkan Al Quran menyuruh seluruh manusia untuk saling bahu-membahu bikin surat tersebut (jadi 1 versus banyak) nih, jika ada yang bisa menandingi surat Al Quran maka oke Al Quran kalah dan kalian memang benar. Tapi buktinya, sejak zaman Rasulullah SAW sampai detik ini tidak ada yang bisa membuat surat yang sama seperti Al Quran. Itulah bukti bahwa Al Quran memang 100% murni datang dari Sang Maha Kuasa, Dzat Yang Tak Terkalahkan, yakni Allah SWT.
Jadi.....Dari mana datangnya kita dan kemana kita akan kembali???
Kita diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada Allah.
Kata siapaaa??????
Kata Al Quran.
Kok percaya dengan Al Quran???
Karena Al Quran datang dari Allah, 100 persen benar dan terpercaya.
Mana buktinya kalau benar????
Karena tidak ada yang bisa mendatangkan yang semacam Al Quran.
Selesai. Tidak ada pertanyaan lagi.
Oleh karena itu, seperti halnya sebuah handphone yang memiliki manual book, kita sebagai manusia sudah seharusnya WAJIB menggunakan manual book kita: Al Quran, untuk mencapai kesuksesan kita. Mengapa ada orang Islam yang tidak sukses? Mengapa ada orang Islam nganggur meminta sumbangan di jalanan? Mengapa ada orang Islam kelaparan padahal Islam itu agama paling sempurna? Jawabannya karena manusia SALAH menggunakan manual booknya. Dia tidak menggunakan Al Quran sebagai manual booknya, mungkin buku-buku yang lain. Ibarat seperti handphone yang menggunakan manual book cara menggunakan detergen tadi.
Ketika kita mengetahui hal ini, maka diharapkan tidak ada lagi umat islam yang bikin geregetan. Tidak ada lagi yang nekat minum air comberan padahal di depannya ada air putih yang jauh lebih menyehatkan untuk diminum. Tidak ada lagi keragu-raguan akan keyakinan iman kita kepada Allah.
Marilah kita sebagai umat muslim menjadi manusia-manusia yang unggul dan sukses. Manusia yang selalu menjadi contoh dan panutan. Jangan malu-maluin agama Islam sebagai agama yang sempurna. Sehingga ketika kita ditanya akan kesuksesan kita: Apa rahasia atas kesuksesan hidup kamu? Maka dengan 100 persen keyakinan kita akan menjawab: SAYA SUKSES KARENA SAYA ISLAM.
Insha Allah ini akan menjadi topik pada khotbah pertama saya di masjid dekat rumah saat bulan puasa besok. Saya mohon doanya kepada yang membaca ini supaya saya berkesempatan tarawih di rumah untuk menyampaikan kultum ini. Karena saya ingin sekali orang-orang terdekat dalam hidup saya, orang tua, keluarga, tetangga, pun tahu tentang ilmu ini. Siapa tahu dapat memberi motivasi dan membuat hidup menjadi lebih baik dan sukses. Seperti halnya saya mendoakan seluruh saudara muslim agar menjadi orang yang sukses.
Terakhir, berbicara masalah keyakinan kepada Allah, ada sebuah pengalaman pribadi yang saya alami tepat di awal bulan Ramadhan tahun lalu. Ini sebuah kisah yang tidak akan saya lupakan dan akan selalu memberi motivasi bagi saya. Saya akan bercerita sedikit.
Jadi tepat di hari pertama puasa kemarin, saya sakit. Demam. Sangat tinggi. Bahkan mencapai hampir 40 C. Bayangkan, dalam kondisi sehat saja bila demam setinggi itu pasti langsung kudu banyak-banyak minum air, minum obat turun panas, banyak makan buah, bahkan bisa jadi diinfus. Namun saat itu justru saya tetep nekat puasa. Saya kepingin melihat sebuah “keajaiban” akan keyakinan saya kepada Allah. Yang ada di mindset saya waktu itu adalah, saya yakin 100 persen bahwa sehat dan sakit itu datangnya dari Allah, bukan yang lain. Apalagi saat itu Allah sedang memerintahkan kepada manusia untuk puasa. Jadi saya yakin pasti Allah bertanggung jawab atas kesehatan saya apabila saya berusaha menjalankan kewajiban saya.
Walaupun memang rasanya sakit bukan main badan dan kepala pusing nggak ketulungan waktu itu, tapi akhirnya saya merasakan sendiri “keajaiban” itu. Alhamdulillah dengan penuh perjuangan saya berhasil puasa hari itu sampai buka. Nikmat luar biasa yang saya rasakan saat minum sebotol niu green tea di saat buka. Ajaib masbro, spontan setelah itu demam saya langsung minggat, walaupun ngga langsung benar-benar fit, tapi kayaknya proses recovery tubuh saya saat itu benar-benar lebih cepat dari biasanya. Malah justru mungkin kalau saya nggak puasa, detik itu malah mungkin saya tidak merasakan se-sehat itu karena masih loyo. Besoknya, saya sudah bisa puasa seperti biasa dan alhamdulillah tidak bolong sebulan penuh. Plus diberi kekuatan sholat sunnah tahajud, rawatib 5 waktu, dhuha, selama 30 hari tidak bolong, plus bonus khatam Al Quran. Sungguh Ramadhan yang super ajaib, berawal dari keyakinan kepada Allah SWT.
Sungguh tidak bermaksud untuk Riya, saya hanya ingin memberi contoh pengalaman bahwa keyakinan kepada Allah ternyata nggak cuman omong kosong teori doang tapi memang benar-benar ada bukti yang saya rasakan sendiri.
Semoga bisa menginspirasi kita semua, khususnya sebagai pengingat kepada diri saya sendiri. Semoga kita menjadi manusia yang sukses dan bermanfaat. Aamiin.