Sebenarnya saya bingung memilih judul yang paling tepat untuk artikel ini, jadi mudah-mudahan sudah bisa cukup mewakili isinya.
Tau tidak, mengapa kok kita harus selalu berdoa setelah sholat, dengan doa-doa yang diulang-ulang terus, minta selamat, panjang umur, pinter, gampang rezekinya, kalo ada hajad yaa diminta hajadnya pas sedang berdoa. Padahal kan Allah itu Maha Tau. Harusnya Allah udah tau dong apa yang diminta sama kita tanpa perlu kita repot-repot merengek. Minimal, kita bisa berdoanya cukup sekali saja. Misalnya kita berdoa panjang lebar pas subuh, lalu ketika dhuhur doanya “Ya Allah saya minta idem seperti doa tadi” selesai. Gak perlu lama-lama.
Namun prosedurnya tidak seperti itu teman.
Allah memang maha tau, maha super, maha bisa semua, kun fayakun, tapi Allah minta kesungguhan kita, Allah minta keseriusan kita atas apa yang kita inginkan. Minimal, kesungguhan kita menginginkan sesuatu itu dibuktikan dengan diulang-ulangnya doa kita. Karena dengan kita mengulang-ngulang doa, kita minimal terlihat “masih kepingin” di mata Allah. Ada effortnya.
Kata dosen saya mata kuliah pengembangan kepribadian: Merengeklah kamu di hadapan Allah terus menerus untuk mendapatkan apa yang kamu minta, jangan berhenti dan tak kenal waktu, hingga kamu menyadari bahwa kedekatanmu kepada Allah itu sebenarnya sangat jauh lebih baik nilainya daripada apa yang kamu minta.
Kalau kata Peterpan, ada sebuah lagu judulnya “Yang Terdalam”, liriknya: Tak akan lelah aku menanti, tak akan hilang cintaku ini...biasanya saya menafsirkan lirik itu sebagai sebuah doa yang tak kenal lelah dipanjatkan kepada Allah atas permintaan yang amat dicintai, hehe.
Dan juga, dengan mengulang-ngulang munajat kita itu, kita jadi selalu ingat dan terpacu untuk mendapatkan itu. Kita jadi selalu berusaha memantaskan diri untuk memperoleh itu. Nah, inilah yang paling penting : Memantaskan Diri.
Jadi sebenarnya alam semesta ini sudah menyediakan apa saja list permintaan seluruh umat manusia. Ibarat sebuah toko, maka alam semesta ini diciptakan oleh Allah sebagai toko yang paling lengkap. Tinggal pembelinya punya duit enggak? Duit adalah kemampuan untuk membeli. Yang digarisbawahi : kemampuan. Sama artinya dengan kepantasan tadi. Jadi kita sebagai pe-munajat, membeli doa dan harapan kita dengan menggunakan mata uang “kepantasan”.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada kita semua untuk berdoa secara spesifik. Kalau tidak spesifik, itu yang rugi kita sendiri. Misalnya ada orang yang berdoa, ya Allah semoga saya sukses dunia akhirat. Titik. Nah, yang begini-begini ini yang membuat doanya jadi macet. Kok bisa begitu?
Teman-teman, manusia di muka bumi ini jumlahnya milyaran. Jika setiap manusia masing-masing memanjatkan doa, bisa dibayangkan tidak betapa repotnya tugas malaikat yang nyatetin doa-doa kita buat dirapatkan sama Allah. Kalau kita doanya tidak spesifik, bisa jadi malaikat itu bingung, orang ini maunya gimana suksesnya, sukses duit, karier, atau apa. Bisa jadi kita doa kita di-skip dulu sama malaikat, diganti dengan doa orang lain yang lebih spesifik, misalnya kepingin usia 30 tahun sudah punya mobil honda jazz. Eh ini serius lo bukan becanda!
Pernah makan di rumah makan kan?
Bisa tidak Anda membayangkan betapa bingungnya pelayan ketika menanyakan ke Anda, “Mas mau makan apa?” lalu Anda jawab, “Mau makan yang rasanya enak di lidah, enak di kantong”
Sementara itu, di meja lain ada yang manggil pelayan tadi, “Mbak, minta nasi putih sama tempe goreng satu!” Otomatis, yang spesifik akan lebih cepat diproses dan diberikan.
Oke, memantaskan diri langkah pertama: berdoa secara spesifik.
Lalu apa sudah cukup? Belum kawan.
Tadi sempat disinggung, dengan mengulang-ngulang doa kita, maka kita selalu ingat dan terpacu untuk membuktikan bahwa kita pantas menerima pengabulan doa.
Jika Anda sudah berdoa dengan spesifik, kepingin berat badan turun 7 kilo misalnya. Tapi kerjaannya cuman makan tidur, ya nggak bakalan bisa. Allah itu kun fayakun, tapi ya bukan ujug-ujug juga. Nanti kita sendiri yang kaget kalau tak ada alasan apa-apa tiba-tiba doa terkabul. Masak sih ketika bangun tidur tiba-tiba berat turun 7 kilo. Push Up dulu lah tiap hari.
Dalam surat Ar Ra’du disebutkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak berusaha mengubahnya. Kalau masih ingat pelajaran matematika jaman SMA, kalimat tadi jika di-negasi-kan jadinya: jika kita sudah berusaha mengubah maka Allah akan mengubah nasib. Itu adalah bentuk kalimat janji. Tidak tanggung-tanggung, janji dari Allah. Dan Allah nggak pernah bohong. Maka kesimpulannya, setiap doa pasti dikabulkan dengan usaha.
Serius, setiap doa pasti dikabulkan, makanya rugi banget kalau kita berdoa untuk kejelekan orang lain. Ini pernah saya bahas di artikel Mengapa Berdoa Untuk Kejelekan Orang lain itu Dilarang.
Dan jika kita berdoa tapi kok tidak yakin doanya akan dikabulkan, bisa jadi kita malah dapetnya dosa loh. Ini juga pernah saya bahas di artikel Ibadah yang tidak boleh dilakukan: Berdoa tapi tidak yakin.
Bahkan doa yang sifatnya hanya “iseng-iseng” pun juga terkabul. Saya sendiri mengalaminya, nanti akan saya ceritakan di akhir.
Aplikasi dari memantaskan diri ini banyak sekali bentuknya, bisa dalam bentuk rejeki, duit, bisa juga jodoh.
Secara garis besarnya, jika kita ingin dimudahkan mendapatkan rezeki, dengan kata lain menjadi kaya, maka kita diperlukan memantaskan diri menjadi orang kaya, sekalipun saat itu kita belum kaya. Berperilaku seperti orang kaya. Berpura-pura menjadi kaya juga boleh, misalnya setiap bertemu peminta-minta di jalanan selalu memberi, walaupun dalam hati mikir “nanti aku makan pake duit apa nih.” Nggak masalah. Lama-lama Allah juga pasti pikir-pikir, orang ini rajin sedekahnya, kasihan sekali jika rezekinya hanya segitu-gitu saja, ditambahin deh.
Sedikit OOT, banyak yang bilang kalau harta itu bikin orang lupa daratan. Maksudnya, yang semula ramah jadi sombong, tekun ibadah jadi berfoya-foya. Enggak, tidak seperti itu kok. Rezeki yang banyak hanya akan semakin membesarkan sifat aslinya. Jika yang ramah jadi sombong, ya berarti dia memang sebenarnya sombong. Bukan salah rezekinya, tapi salah orangnya. Banyak juga, yang semakin banyak rezeki justru sedekah semakin kemana-mana, karena memang dasarnya orangnya dermawan.
Kemudian, memantaskan diri masalah jodoh.
Ada sebuah ayat dalam Al Quran yang saya yakin sudah sangat populer di kalangan pencari jodoh. Bunyinya kira kira seperti ini:
"Yang baik-baik untuk yang baik baik. Yang keji untuk yang keji".
Awalnya, saya mengaplikasikan ayat itu hanya sebagai sebuah ayat tentang jodoh. Yakni jika ingin memperoleh jodoh yang baik ya baikkan dulu diri sendiri. Kadang kita terlalu terfokus kepada spesifikasi jodoh yang kita inginkan, tapi kita sendiri tidak melihat apakah spesifikasi itu sudah ada pada diri kita atau belum. Kalau belum ada, ya ngga bakalan ketemu. Jadi tuntutlah diri sendiri dulu agar punya spek seperti itu, barulah melihat keluar.
Untuk masalah jodoh ini, banyak sekali mindset salah yang berhasil dipelesetkan setan. Pernah mendengar tidak bahwa orang yang pemarah itu tidak cocok jika dapet sama-sama pemarah. Nanti ngga ada yang ngalah. Harusnya dapetnya orang yang sabaaar banget ngadepinnya. Saya yakin sering mendengar.
Beberapa mindset yang berhasil diplesetkan setan lainnya pernah saya bahas di artikel Logika Manusia yang Diplesetkan Setan
Tapi kenyataannya, orang super sabar yang menikah dengan orang super pemarah hanya ada di sinetron ramadhan dan di MNC TV ! Tidak akan pernah ada di dunia nyata. Logisnya, kesabaran adalah sesuatu yang sangat sangat sulit dipatenkan dalam jiwa. Orang yang sabar banget, tidak mungkin secara tiba-tiba punya kemampuan itu dari lahir. Dia, pastilah belajar sangat lama. Dia mempelajari banyak ilmu tentang sabar, membaca banyak buku tentang sabar, waktu santainya dia buang untuk belajar tentang itu. Allah yang melihat perjuangan itu, tak akan sampai hati jika menjodohkannya dengan orang pemarah.
Dalam sejarah dunia, hanya ada satu orang baik yang menikah dengan orang keji, hanya ada satu pasangan saja. Ialah Fir’aun dan istrinya. Itu juga, istri Fir’aun menikah dengan Fir’aun karena orang tuanya diancam. Dan Allah menggantinya dengan pahala yang luar biasa besarnya bagi kesabaran istri Fir’aun.
Makanya, tidak akan pernah ada kamusnya pacaran di dalam islam. Mengapa repot-repot pacaran yang menghabiskan dana, jika ternyata memperoleh jodoh itu “mudah” ??? Kita tinggal inrospeksi saja, lalu usaha, insya Allah ketemu. Kalau tidak ketemu, kendalanya adalah karena kita masih belum sukses introspeksi.
Jadi begini, misalnya kita kepingin jodoh yang nilainya 9. Sedangkan kita nilainya masih 7. Ya jadinya belum ketemu, kan nilainya masih beda. Getaran hatinya masih beda. Jodoh itu kan masalah chemistry. Banyak orang yang sudah menemukan jodohnya dia berkata, kenapa kok aku tidak tau dari dulu bahwa dia jodohku dan baru menyadarinya sekarang. Ya jawabannya karena dulu nilaimu masih belum sama dengan dia.
Sebenarnya alasan tidak bolehnya pacaran dalam islam adalah karena islam sangat sangat meninggikan dan memuliakan wanita. Ini pernah saya bahas di artikel Sungguh MulianyaWanita di Mata Islam
Kalau tidak pacaran, berarti langsung ta’aruf. Kalau ta’aruf berarti sama saja beli kucing dalam karung dong?
Ketika berdiskusi kecil-kecilan dengan teman-teman membahas tentang jodoh, saya sering mengibaratkan ta’aruf seperti bertemunya sesama fans sepakbola. Misalnya, saya adalah Juventini, ngefans ama Juventus. Saya pergi ke sebuah cafe nonton bareng big match, Juventus vs PSIS Semarang. Di cafe itu, saya duduk semeja dengan orang yang sebelumnya tidak saya kenal SAMA SEKALI. Tapi, namanya nonton bareng, otomatis dia juga Juventini, sama denganku. Lalu kami ngobrol, dan bisa nyambung, ajaib! Padahal sebelumnya kami tidak pernah ketemu, tidak kenal. Tapi kami bisa akrab berbicara mengenai banyak hal, tentang daftar skuad pemain Juve yang dimainkan, tentang absennya beberapa pemain, tentang bursa pemain baru, dan banyak hal lain.
Begitulah ta’aruf. Dua orang Juventini tadi menjadi dekat dan akrab karena disatukan oleh sebuah klub Juventus. Ta’aruf juga demikian, ketika ada dua orang yang semula tidak kenal sama sekali tapi keduanya sama-sama fans berat sama Allah, maka dua orang itu dapat mendadak menjadi dekat dan cocok.
Perbedaannya, segala sesuatu di dunia ini tak ada yang abadi, termasuk Juventus. Jika dua orang yang cocok karena dicocokan oleh Juventus, sedangkan suatu saat nanti kalau Juventus bubar, berarti tidak ada pemersatu lagi diantara mereka. Sedangkan kalau ngefansnya kepada Allah, zat yang kekal abadi, maka hubungan mereka insya Allah pun akan abadi juga. Apalagi kalau bener-bener ngefans sama Allah, berarti mereka pun sudah mengerti apa apa yang dilarang, apa yang boleh dilakukan menurut Allah, sehingga hubungan pun jadi semakin harmonis dan kuat.
Kira-kira seperti itu.
Namun setelah dihayati dan dipikirkan, sepertinya ayat tentang jodoh tadi itu sangat luas maknanya. Bukan ngomongin masalah jodoh saja. Tapi itu adalah ayat tentang pemantasan diri, baik untuk jodoh, rezeki, kesehatan, semuanya. Jika ingin mendapat rezeki yang baik, lancar, enak, maka baikkan dulu perilaku dan ibadah dan semangat kerjanya. Jika ingin punya tubuh yang baik, sehat, atletis, maka baikkan dulu kebiasaan-kebiasaan hidupnya, pola makan misalnya, pola tidur, atau rajin tidak olahraganya.
Bicara tentang pemantasan diri, ada sebuah pengalaman saya yang ingin saya share. Yakni pengalaman untuk bisa foto bersama ust. Felix Siauw.
Jika Anda pernah membaca artikel saya Hidup dengan 850 ribu per bulan, sebuah kisah yang tak masuk akal Anda akan memahami betapa saya sangat ngefans dengan Felix. Bagaimana tidak? Lha wong kerjaannya setiap malem download video ceramahnya di Youtube, lalu paginya disetel. Begitu terus sehari-harinya. Lama-lama saya kagum dengan Felix Siauw atas motivasinya yang membuat saya masih tetap bisa bertahan seperti sekarang dan menulis banyak pengalaman inspiratif. Bisakah saya bertemu dengannya dan foto bareng? Begitu pertanyaan dalam hati saya yang beberapa kali sempat terlempar saat nonton video gretongan itu.
Saya tidak pernah berpikir sampai ke arah memantaskan diri untuk masalah ini, walaupun sebenarnya justru memantaskan diri inilah yang jadi benang merahnya untuk masalah ini.
Layaknya seorang fans, hampir semua video ceramahnya pernah saya tonton. Dan hampir semua bukunya juga sudah saya baca, di gramedia. Apa yang dianjurkan oleh Felix untuk dilakukan agar sukses dunia akhirat, saya lakukan. Ketika Felix bicara tentang Muhammad Al Fatih yang sejak baligh hingga meninggal tidak pernah bolong Tahajud, saya mencoba untuk tidak akan pernah bolong Dhuhanya. Pokoknya berusaha melakukan.
Ternyata, ritual-ritual yang saya lakukan itu mungkin di mata Allah dinilai sebagai bentuk pemantasan diri.
Sampai suatu hari, setelah hampir 9 bulan lebih saya melakukan rutinitas ala Felix, saya melihat sebuah foto seperti ini.
Mata saya langsung tertuju kepada kata FREE! Gratis mas! Maklum lah, biasanya seminar-seminar yang diselenggarakan oleh pembicara besar seperti Ippho Santosa, TDW, Felix Siauw, ini minimal 50-200 ribu keluar dari dompet. Sedangkan untuk anak magang yang pemasukan hanya 850 ribu per bulan bisa dikira-kira sendiri perekonomiannya sedang seperti apa. Udah gratis, tempatnya cukup terjangkau pula, cuman di Ciputat, sedangkan lokasi saya sekarang ada si Senen.
Mengapa acara beginian baru diadakan beberapa tahun setelah saya kenal Felix. Mungkin jawabannya, karena baru sekarang ini saya “pantes” bertemu Felix, kalau dulu masih belum pantes.
Jarak antara kos dengan kantor saya ini lumayan jauh. Rincian kegiatan saya setiap pagi: bangun jam 4, tahajud, subuhan, olahraga, mandi, makan, jam setengah 6 harus sudah rapi berangkat.
Kalau saya berangkat jam setengah 6, saya sampai di kantor jam 6.15. Tapi kalau saya berangkan dari kos jam 6, saya sampai kantor jam setengah 8. Iya, akumulasi kemacetan dan kepatan penduduk ibukota.
Makanya setelah saya sampai di kantor, saya langsung lari ke masjid untuk tidur, eh sholat Dhuha. Setelah itu tidur sebentar, sekedar menyempurnakan tidur semalem.
Tapi ajaibnya, hari ketika saya melihat brosur tadi itu saya tidak ngantuk sama sekali. Karena tidak bisa tidur, saya buka twitternya Felix, padahal sebelumnya sangat jarang. Lalu saya menemukan foto brosurnya. Subhanallah sekali kan? Ini tidak terjadi secara kebetulan, saya tidak kebetulan membuka twitternya Felix. Tapi semua itu sudah diskenario Allah yang tidak membuat saya ngantuk pada hari itu, mungkin karena masalah “kepantasan” tadi. Seandainya, sehari itu saya tidak membuka twitternya Felix maka saya tidak bisa bertemu Felix, sebab acaranya sangat mepet, hari itu hari Jumat, dan acaranya hari Sabtu.
Langsung saya hubungi teman-teman saya yang sebelumnya sudah ada agenda dengan saya di hari Sabtu. Saya cancel semua jadwal sabtu saya, langsung saya ganti dengan agenda ke Ciputat.
Dengan dua orang sahabat saya yang bernama Taqih dan Nuris, besoknya saya berangkat. Dua teman saya ini punya keahlian dan perannya masing-masing yang penting dalam kisah saya ini.
Acara dimulai pukul 8.30 pagi, otomatis lagi-lagi pukul 5.30 saya sudah harus sudah ada di perjalanan mengingat Ciputat itu juga lumayan jauh. Ngantuk dan lelah teramat karena rutinitas kerja dan jarak kantor-kos selama satu pekan masih sangat terasa. Tapi, inilah kesempatan yang Allah berikan kepada saya untuk bertemu Felix, jangan sia-siakan. Kadang-kadang, kita sering merasa dicampakan oleh Allah karena doa kita tidak di-ijabah-in. Padahal sebenarnya Allah sudah memberikan kesempatan-kesempatan untuk meraih apapun doa yang kita panjatkan, hanya kita saja yang tidak peka dan nggak mau “repot”.
Sampai di Ciputat, kami bertiga pun masih bingung-bingung mencari masjid tempat Felix akan berkoar nanti. Salah naik angkot itu sudah biasa. Untung ketika salah naik angkot itu ada seorang penumpang yang sangat paham dengan denah lokasi Felix, lalu dia memberi tau cara menuju kesana secara detail. Lagi lagi ini bukan kebetulan. Semua sudah diskenario Allah bahwa kami akan bertemu bapak itu yang memberi tahu jalan, karena mungkin kami sudah dianggap “pantas” oleh Allah untuk bertemu Felix.
Orang-orang besar tidak percaya dengan kebetulan. Mereka percaya bahwa apa yang terjadi adalah sebuah skenario Allah atas apa upaya yang telah mereka lakukan untuk memantaskan diri. Bertemunya band Peterpan dengan pianis cafe bernama David pun bukan kebetulan. Noah, tidak menganggap itu sebagai kebetulan. Noah yakin bahwa itu adalah ketetapan Allah, skenario terbaik yang Allah berikan.
Akhirnya, atas izin Allah, saya akhirnya bertemu dan melihat langsung ceramah Felix Siauw dengan mata kepala sendiri.
Plus bonus, rupanya ada bintang tamu Teuku Wisnu juga.
Ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa, bayangkanlah segala kenikmatan yang ada di surga dengan imanjinasi terbaikmu, maka itu masih sangat kurang dibanding dengan kenikmatan surga yang sesungguhnya.
Maksudnya, Allah itu sebenarnya memberikan apa yang diminta hamba-Nya dengan sedikit dilebihkan, jadi tidak pas seperti yang diminta. Baik sekali bukan? Subhanallah. Saya minta bertemu Felix Siauw, eh malah dikasihnya Felix Siauw plus Teuku Wisnu.
Di akhir ceramah yang mengusung tema tentang Khilafah, tidak ingin saya sia-siakan kesempatan dari Allah ini, saya mengajukan sebuah pertanyaan kepada ust. Felix. Saya ingin “ngomong” sama beliau yang selama ini saya hanya bisa bertanya dengan tembok kamar ketika saya nonton video ceramahnya di laptop. Namun sayang sekali beliau hanya membatasi 2 pertanyaan, 1 cowok 1 cewek. Dan yang cowok sudah diberikan kepada ayahanda Felix Siauw yang kebetulan juga hadir dan mengajukan pertanyaan di acara itu. Sebuah keputusan absolut yang diberikan seorang anak kepada ayahnya, saya pun juga akan melakukan demikian jika saya menjadi pembicara.
Setelah acara berakhir, saya masih mengharapkan ada sesi foto bersama.
Dan ternyata beneran ada, foto bersama Teuku Wisnu doang. Itu pun bagi yang kepingin.
Teman saya Nuris, sangat semangat mengajak foto bersama Wisnu. Semangat kan menular, okelah saya juga ikutan semangat. Saya ngomong dengan mas Wisnu, awalnya masih agak malu, lama-lama malu-maluin. Eh tapi ternyata dia ramah dan welcome banget. Kami foto bertiga dengan mas Wisnu. Masih belum puas, akhirnya kami minta foto berdua-duaan dengan mas Wisnu. Itulah yang tadi saya bilang malu-maluin, karena kayaknya cuman kami saja yang minta foto berdua, hehe. No problemo.
Sebenarnya, targetman saya dalam acara itu adalah ust. Felix bukan Mas Wisnu. Jadi sebelum foto berdua dengan Mas Wisnu, saya nyamperin ust. Felix dulu yang saat itu sedang sibuk tanda tangan buku yang baru dibeli jamaah. Kebetulan di luar juga banyak stand yang menjual buku Felix Siauw.
Dengan tidak tau malunya, saya mendekat ke samping beliau lalu ngomong. “Ustad Felix, habis ini bisa minta foto bareng tidak?”
Beliau menyelesaikan tanda tangannya di sebuah buku lalu menoleh kepada saya. Sambil senyum beliau menjawab, “Maaf mas, kalau foto bareng saya tidak bisa, maaf ya mas.” Lalu beliau melanjutkan tanda tangan lagi.
Saya maklum sih mungkin beliau sedang terburu-buru atau sibuk tanda tangan, karena mungkin khawatir kalau saya bisa foto bareng nanti jamaah yang lain juga nggak mau kalah ikutan foto, padahal waktu sudah mepet dengan waktu dhuhur. Okelah positif saja.
“Yaudah ustad, kalau gitu saya salaman saja dengan ustad Felix boleh kan?” Jawab saya sambil menyodorkan tangan.
Beliau meletakkan pena, lalu menjabat tanganku. Settt! Kira-kira begitu bunyinya kalau diaudiokan. Buset nih, motivator-motivator salamannya kenceng banget, sampai tangan saya kaget diremes. Memang sih kepribadian orang itu bisa dilihat dari bagaimana dia berjalan, dan bisa juga saat salaman. Orang yang optimis dan energik, selalu berjalan dengan cepat. Ketika salaman, pun tidak pernah lemes dan ragu-ragu. Sambil senyum saat berjabat tangan, Felix berkata ke saya “Sukses ya mas! Maaf ngga bisa foto.”
“Sama-sama, terima kasih pak ustad.” Jawabku.
Setelah itu baru lah saya kembali ke Teuku Wisnu buat foto berdua-duaan tadi.
Lucunya, ketika giliran saya yang akan difoto berdua dengan mas Wisnu, pas temen saya mencet tombol eeh malah ada Felix Siauw yang lewat di depan saya. Otomatis, saya jadi punya foto bareng Felix Siauw dan Teuku Wisnu sekaligus nih, walaupun gambarnya ngeblur. Hehe. Ini bukan kebetulan, tapi skenario Allah. Di bawah ini bukan foto penampakan hantu Felix Siauw loh..
Masiih saja ada jamaah yang beli bukunya di luar kemudian minta tanda tangannya Felix. Ketika Felix sedang tanda tangan, dia berpose di dekat Felix, kemudian temannya memotret. Hei, bisa juga ya ada ide seperti itu, pikirku. Setelah itu, kata teman saya ada juga seorang jamaah yang minta foto berdua, lalu mereka berdua foto. Woiy pak ustad, tadi katanya ngga mau foto?! Saya yang tau hal itu ngga terima seperti itu, hehe. Yah mungkin kebetulan orang itu saja pas Felix Siauw sedang tidak sibuk.
Kemudian acara dilanjutkan dengan break sebentar sembari menunggu adzan dhuhur. Felix Siauw dan keluarganya berkumpul sambil menikmati hidangan yang disajikan. Saya, Taqih, dan Nuris juga. Bedanya, saya menikmati hidangan sambil terus memantau Felix CS, siapa tau ada waktu luang lagi untuk foto bersama. Minimal buat paparazi foto berdua lah.
Tapi sepertinya tidak ada waktu luang lagi, waktu sholat sudah injury time, sedangkan Felix Siauw masih sibuk menghabiskan nasi kotak bersama keluarga. Mungkin satu-satunya cara adalah dengan ikutan beli buku, kemudian minta tanda tangan dan difoto. Modal dikit woiy!
Mau beli buku juga mikir-mikir, disamping harga yang belum pas di kantong, saya juga sudah khatam baca buku-bukunya di gramed. Eman-eman banget hanya beli demi sebuah foto dan tanda tangan. Pasti ada cara lain. Melihat tampang saya yang cukup serius memikirkan cara itu, teman-teman saya memberi saya beberapa saran.
Taqih menyarankan supaya lain kali buku Felix Siauw yang saya punya di rumah dibawa saja kalau ada acara seperti ini. Gimana mau dibawa lha wong kalau saya sempetin beli bukunya, niscaya kantong anak magang cukup untuk beli yang cuman bajakan. Iya, buka Felix Siauw saya bajakan semua karena harganya murah bangit, kebetulan juga ada yang jual. Hehe. Sungguh malu-maluin dan nggak modal. Saya bukan ingin mencontohkan yang demikian, tapi ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari ini nanti.
Saran kedua dari Taqih adalah minta tolong Nuris yang notabene pandai menawar barang dagangan kalau kepingin beli sesuatu di pasar untuk ngomong ke ustad Felix. Eh pliss deh ini bukan masalah beli barang, wkwk.
Akhirnya tiba juga waktu sholat, adzan berkumandang, semuanya masuk ke dalam masjid.
Saya tidak kebagian shaf terdepan. Dan Felix Siauw ada di shaf paling depan. Beruntung sekali jamaah yang bisa sebelahan dengan Felix pas sholat. Masya Allah, tampaknya saat itu saya sudah gila Felix, semua pikiran tertuju ke Felix, haha.
Ya harap dimaklumi teman-teman. Ustad Felix adalah ustad virtual saya yang sudah banyak mengubah cara pandang saya terhadap hidup. Banyak mindset saya yang berubah. Termasuk pacaran, sebelumnya tidak pernah ada ustad yang se-mantep itu menjelaskan bahwa pacaran itu dilarang. Rasanya sangat sayang sekali kalau saya tidak bisa foto bersama beliau. Apalagi saya jarang banget bertemu, jarang banget satu masjid, jarang pula ada acara gratisan begini! Haha.
Dalam sebuah video Felix yang saya download, beliau menjelaskan bahwa Allah pasti akan memberi jalan yang tidak disangka-sangka atas hamba-Nya yang selalu bertawakal kepada Allah. Apapun yang hamba-Nya minta pasti menjadi kenyataan, tidak ada yang tidak mungkin jika bersama Allah.
Motivasi dari Felix Siauw itu sendiri yang saat itu saya pegang agar saya bisa foto bersama Felix Siauw itu sendiri. Seperti jeruk makan jeruk ya. Saya yakin pasti ada jalan kok.
Selesai sholat Dhuhur, saya iseng-iseng berdoa.
Tadi di awal, saya mengatakan bahwa semua doa pasti akan terkabul, bahkan doa yang sifatnya hanya iseng-iseng. Seperti yang saya lakukan ini. Saya tahu doa saya ini nggak penting dan kekanak-kanakan banget, tapi saya coba untuk panjatkan, sekedar iseng. Bunyinya, ya Allah jika foto bersama Felix Siauw nantinya akan bermanfaat untuk kehidupan dunia akhirat saya ke depan, maka berilah saya cara agar saya bisa foto bareng, dan berikan pula ustad Felix kemauan untuk meng-acc permintaan saya.
Aamiin.
Ajaib teman-teman. Mendadak beberapa detik setelah memanjatkan doa iseng tadi saya langsung dapet ide. Kalau saya tidak berhasil negosiasi minta foto bersama Felix Siauw, saya minta teman saya saja untuk mulai mempotret saya saat saya dengan mulai bernegosiasi dengan ustad Felix. Dengan begitu saya tidak perlu repot membeli buku dan pura-pura minta tanda tangan. Tidak ada modal sepeserpun yang keluar! Yang dibutuhkan hanya keberanian. Lebih tepatnya ketidaktaumaluan. Apapun hasil negosiasi itu, saya sudah punya foto bareng ustad Felix.
Taqih sudah saya beritahu strategi saya yang baru. Saya juga sudah menyiapkan beribu alasan agar Felix Siauw mau saya bujuk, misalnya saya ngomong saja saya ini jauh-jauh dari Semarang, jarang ketemu beliau. Berkali-kali Taqih bilang untuk ikhlaskan saja keinginan saya untuk foto. Ah tapi sayang kalau kesempatan ini dilewatkan. Mendingan saya ngga tau malu sekali seumur hidup ini, tapi kisahnya bisa berkesan seumur hidup.
Inilah dia saat yang cukup mendebarkan. Bagaimana tidak? Felix, Teuku Wisnu, dan keluarga artis itu setelah keluar dari masjid langsung bergerombol. Mungkin mereka pamitan satu sama lain. Bayangkan saya yang masih belum jadi artis ini tau-tau nimbrung di kerumunan artis dan keluarganya ini, siapa anak ini, mungkin gitu mikirnya, malu banget nih, hufff tapi kapan lagi coba ada kesempatan.
Kemudian Felix dan keluarganya berjalan menuju ke arah mobil. Jalannya juga cepaat banget, motivator gitu loh, selalu semangat ngga loyo-loyo. Saya agak kerepotan mengejarnya di belakang, bersama Taqih dan Nuris.
Sebelum Felix Siauw sampai ke mobil, saya panggil beliau, “Pak Ustad Felix!”
Siapapun dan apapun kedudukan seseorang, jika namanya dipanggil, respon minimal yang pasti terjadi adalah dia akan menoleh, karena sudah fitrah responnya manusia.
Beneran, Felix Siauw menoleh ke belakang dan berhenti. Ya ampun, anak ini lagi. Pantes dari tadi mbuntutin saya. Mungkin begitu yang beliau rasakan. Haha
Dan inilah terjadi negosiasi antara motivator kelas kakap Felix Siauw dengan motivator kelas anaknya kakap. Pastinya dengan dilihatin oleh banyak sekali orang.
“Ustad Felix, minta foto sebentar saja pak Ustad...”
Belum selesai saya ngomong, beliau sudah menjawab.
“Maaf mas, saya sedang buru-buru banget sekarang. Saya minta maa-aaaaaaffffff banget ya mas karena buru-buruuuuuuuuu banget.”
Untuk kedua kalinya, seorang motivator sekaliber Felix Siauw minta maaf kepada saya.
Tidak tahu kenapa, apa mungkin memang orang yang bersih hatinya itu kata-katanya selalu diberi keindahan oleh Allah. Untuk kedua kalinya juga saya nggak tega buat ngeyel minta foto. Minta maafnya Felix Siauw rasanya tulus banget. Maka saya lepaskan semua alasan-alasan yang sudah saya siapkan tadi.
Disamping itu juga, saya sambil melirik ke samping, kawan saya Taqih sudah berkali kali mencet-mencet tombol HP sambil mengarahkan ke saya dan Felix. Tandanya? Foto sudah didapat. Hehe
Tidak masalah, untuk kedua kalinya juga saya bilang ke Felix Siauw, ya sudah ustad terima kasih ya.
Lalu kami berpisah.
Saya, Taqih, dan Nuris berjalan pulang sambil tertawa melihat hasil foto barusan.
Jika Anda melihat foto diatas, Anda melihat banyak orang yang ngelihatin saya dan Felix. Bahkan pas saya jalan melewati ibu-ibu di rumah seberang, dia nyeletuk : “Mas-mas kok pak ustadnya pelit ya ngga mau foto bareng” hehe becanda ibunya.
Apa pelajaran yang bisa diambil?
Masih terkait dengan memantaskan diri.
Apakah saya ini bisa disebut Fans Felis Siauw?
Sedangkan saya ini tidak pernah beli bukunya. Saya cuman numpang baca di gramedia atau beli yang KW (bajakan) karena murah. Saya cuman download video ceramah gratisan di youtube, tidak pernah ikut seminarnya karena mahal, ini pun bisa ikut karena kebetulan free.
Mungkin bisa sih disebut fans, lebih spesifiknya lagi adalah fans nggak modal! Hehe
Wajar saja, Felix Siauw tidak tergerak hatinya untuk mau foto bareng dengan saya. Ingat, segala sesuatu itu tidak terjadi secara kebetulan, tapi semua rencana Allah dan dari Allah. Termasuk ketidakmauan Felix Siauw, padahal foto itu berapa detik sih lamanya? Tapi Allah tidak menggerakan hati beliau untuk mau foto bareng dengan saya. Tidak seperti jamaah lain yang tadi berhasil foto bersama beliau. Mungkin dia adalah fans yang sesungguhnya. Felix Siauw dapet chemistry-nya terhadap jamaah itu, atas kehendak Allah.
Begitulah.
Begitu pula dengan rezeki, jodoh, pangkat, dan semuanya. Jika kita tidak memantaskan diri dengan sesungguh-sungguhnya, maka itu semua tidak akan bergerak ke arah kita. Mencari jodoh yang alim kok ngga ketemu-ketemu ya. Ya mungkin dirinya sendiri belum alim, jadi yang alim-alim belum ada chemistry untuk mendekat.
Contoh riil dalam kehidupan, kita lihat saja gerombolan kawan yang sudah akrab. Pasti, semua anggota dalam gerombolan kawan itu sifatnya sama, pasti. Sebab mereka sudah dapet chemistry-nya dari Allah atas segala kepantasan yang dimiliki satu sama lain.
Tapi segala sesuatu pasti ada positifnya kok. Banyak malah.
Kemudian ketika kami bertiga berjalan, Felix Siauw lewat mendahului kami sambil senyum ke arah saya. Menyapa saya maksudnya. Berarti saya sudah lumayan cukup berkesan di pikirannya, walaupun kesan malu-maluin ngga masalah. Siapa tau suatu saat nanti kalau saya sudah jadi penulis top, saya bisa foto bareng dengan Felix Siauw dengan tidak malu-maluin karena statusnya sesama penulis, kemudian saya ingatkan lagi kepada beliau tentang kejadian ini. Insya Allah. Hehe
Kemudian dari hasil foto paparazi dari Taqih itu pun saya bisa membuat banyak meme yang mudah mudahan bermanfaat untuk banyak orang.